Kopi Sumatera memang sejak lama telah menjadi salah satu komoditas paling laris di Amerika yang dikenal sebagai Negera dengan tingkat konsumsi kopi terbesar di Dunia. Dapat kita bayangkan, satu dari tiga warga Amerika adalah peminum kopi. Tumbuhan kopi hanya dapat tumbuh subur di negara-negara yang terletak di sekitar khatulistiwa, maka hampir setiap tahun, Importir AS mendatangkan kopi dari beberapa Negara yang terletak di sekitar khatulistiwa. Urutan terbesar kopi didatangkan dari Brazil, Colombia, selanjutnya Vietnam, Meksiko, Guatemala, dan Indonesia.
Harga kopi Sumatera Utara mulai beranjak naik pada minggu ketiga tahun 2014. Harga kopi di tingkat pasar lokal mulai mencapai Rp 52 ribu per kilogram, naik hampir dua kali lipat dibanding harga kopi pada tahun 2013. Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut, Alamsyah menyatakan, "melonjaknya harga kopi pada tahun 2014 ini didorong seretnya produksi kopi hampir di seluruh daerah sentra produksi di Sumatera Utara.
"Di satu sisi memang ada kenaikan harga yang signifikan. Tapi di sisi lain ini justru imbas dari berkurangnya produksi kopi kita. Bukan karena harga yang memang naik," keluhnya, Selasa (21/1/2014) di Medan.
Ia mengakui, turunnya produksi kopi asal Sumatera Utara bukan karena terlambatnya musim panen. Kebanyakan kopi di Sumut memang butuh peremajaan. Produksi batang kopi yang sudah berumur tua, tidak bisa dimaksimalkan lagi untuk memproduksi buah sesuai target,katanya.
Sementara untuk melakukan peremajaan, tambahnya, tidak ada biaya ataupun insentif dari pemerintah bagi petani kopi. Sehingga mau tidak mau petani kopi hanya mengandalkan hasil panen yang ada saat ini.
Meski produksi kopi Sumatera Utara tercatat mengalami penurunan, namun disparitas harga membuat pengusaha dan ekportir kopi meraup keuntungan. Ditambah lagi anjloknya Rupiah atas dolar AS yang kini mendekati Rp 12 ribu, turut menyumbangkan kenaikan nilai ekspor kopi komoditas asal Sumatera Utara ini.
Harga kopi di pasar internasional yang saat ini sebesar 2,6 dolar AS per kg memang terbilang masih rendah bila dibandingkan harga pertengahan tahun ini yang sempat mencapai 3,6 dolar AS per kilogram.
Sebagian besar artikel ini bersumber dari : TRIBUNNEWS.COM - Kamis, 23 Januari 2014
"Di satu sisi memang ada kenaikan harga yang signifikan. Tapi di sisi lain ini justru imbas dari berkurangnya produksi kopi kita. Bukan karena harga yang memang naik," keluhnya, Selasa (21/1/2014) di Medan.
Ia mengakui, turunnya produksi kopi asal Sumatera Utara bukan karena terlambatnya musim panen. Kebanyakan kopi di Sumut memang butuh peremajaan. Produksi batang kopi yang sudah berumur tua, tidak bisa dimaksimalkan lagi untuk memproduksi buah sesuai target,katanya.
Sementara untuk melakukan peremajaan, tambahnya, tidak ada biaya ataupun insentif dari pemerintah bagi petani kopi. Sehingga mau tidak mau petani kopi hanya mengandalkan hasil panen yang ada saat ini.
Meski produksi kopi Sumatera Utara tercatat mengalami penurunan, namun disparitas harga membuat pengusaha dan ekportir kopi meraup keuntungan. Ditambah lagi anjloknya Rupiah atas dolar AS yang kini mendekati Rp 12 ribu, turut menyumbangkan kenaikan nilai ekspor kopi komoditas asal Sumatera Utara ini.
Harga kopi di pasar internasional yang saat ini sebesar 2,6 dolar AS per kg memang terbilang masih rendah bila dibandingkan harga pertengahan tahun ini yang sempat mencapai 3,6 dolar AS per kilogram.
Sebagian besar artikel ini bersumber dari : TRIBUNNEWS.COM - Kamis, 23 Januari 2014